Doktrin Fiduciary Duty dan Business Judgement Rule Bagi Direksi Perseroan Terbatas
Pemimpin dalam suatu perusahaan atau direksi perlu memahami kedua doktrin ini agar keputusan bisnis yang dibuat dapat menghasilkan manfaat bagi perusahaan dan meminimalisir kerugian-kerugian yang timbul
Muhammad Farhan, S.H.
11/26/20243 min baca
Tentu sudah tidak asing bagi kita mendengar doktrin Yin dan Yang. Doktrin ini terkenal oleh masyarakat Tionghoa dimana doktrin ini mengajarkan sifat kekuatan yang berbeda namun saling menguatkan dan menyeimbangkan kehidupan manusia. Doktrin ini yang membawa penulis untuk menganalogikan doktrin Yin dan Yang ke dalam doktrin hukum perusahaan yang berbeda namun saling menguatkan, yakni doktrin Fiduciary Duty dan doktrin Business Judgement Rule. Pelaku bisnis terutama pemimpin dalam suatu perusahaan atau direksi perlu memahami kedua doktrin ini agar keputusan bisnis yang dibuat dapat menghasilkan manfaat bagi perusahaan dan meminimalisir kerugian-kerugian yang timbul akibat keputusan bisnis yang telah dibuat.
Perspektif Global Terkait Doktrin Fiduciary Duty dan Business Judgement Rule
Doktrin Fiduciary Duty dan Business Judgement Rule secara umum dikenal secara global terutama negara-negara yang menganut paham hukum common law seperti Inggris dan Amerika Serikat. Menurut kamus hukum Black Law Dictionary,, definisi dari Fiduciary Duty adalah “A legal obligation that is owed or due to another and that needs to be satisfied; an obligation for which somebody else has a corresponding right”. Untuk mengukur seorang direksi telah melaksanakan doktrin Fiduciary Duty ketika membuat suatu keputusan bisnis menurut paham hukum common law, maka keputusan bisnis yang telah dibuat dapat dilakukan proses pengecekan dengan berlandaskan pada doktrin-doktrin turunan dari doktrin Fiduciary Duty seperti:
1. Duty of Loyalty (apakah keputusan bisnis yang dibuat oleh direksi adalah untuk kepentingan perusahaan atau kepentingan pribadi?);
2. Duty of Care (apakah direksi telah melaksanakan prinsip kehati-hatian ketika hendak membuat suatu keputusan bisnis?);
3. Duty of Disclosure (apakah direksi tersebut telah terbuka terhadap suatu keputusan yang telah dibuatnya yang bersifat penting atau material kepada para pemegang saham dalam hal keputusan bisnis yang dibuat ada unsur konflik kepentingan?).
Ketika direksi dalam membuat keputusan bisnis nya telah menerapkan doktrin Fiduciary Duty berikut turunan-turunannya, maka direksi memiliki pelindung hukum atas keputusan yang telah dibuatnya yakni dengan menggunakan doktrin Business Judgement Rule dan secara prinsip keputusan bisnis tersebut harus dihargai di hadapan hukum atau hakim apabila keputusan bisnis yang telah dibuat disengketakan oleh pihak lain. Hal ini dapat dilihat dari Putusan Mahkamah Agung Delaware, Amerika Serikat, tahun 1984, yang menyatakan sebagai berikut:
“[There is] a presumption that in making a business decision the directors of a corporation acted on an informed basis, in good faith .(Duty of Care) and in the honest belief that the action taken was in the best interests of the company.(Duty of Loyalty) [...] Absent an abuse of discretion (Duty of Disclosure), that judgment will be respected by the courts.”
Perspektif Indonesia Terkait Doktrin Fiduciary Duty dan Business Judgement Rule
Doktrin Fiduciary Duty dan Business Judgement Rule yang notabene dikenal di negara-negara common law seperti yang sudah dijelaskan penulis di atas juga diterapkan di Indonesia.
Doktrin Fiduciary Duty bagi direksi dalam perspektif Indonesia telah diatur dalam Pasal 92 ayat 1 dan 2 jo Pasal 97 ayat 1 sampai 3 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) yang menyatakan sebagai berikut:
Pasal 92 ayat 1 dan 2 UUPT
“Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan”
“Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar”
Pasal 97 ayat 1 sampai 3 UUPT
“Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1)”
“Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab”
“Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Selanjutnya, doktrin Business Judgement Rule bagi direksi dalam perspektif Indonesia telah diatur dalam Pasal 97 ayat 5 UUPT yang menyatakan sebagai berikut
Pasal 97 ayat 5 UUPT
“Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.”
Perlu menjadi catatan, Pasal 97 ayat 5 ini bersifat keseluruhan, artinya harus semua unsur dalam pasal tersebut terpenuhi agar direksi bisa melaksanakan doktrin Business Judgement Rule di Indonesia. Namun, dalam penerapan doktrin Fiduciary Duty dan doktrin Business Judgement Rule di Indonesia lebih sulit diterapkan oleh direksi-direksi Perseroan Terbatas yang dinaungi Badan Usaha Milik Negara ketimbang direksi Perseroan Terbatas biasa. Hal ini dikarenakan ada uang negara atau APBN di dalam tubuh Perseroan Terbatas BUMN (PT Persero) di mana terdapat preseden keputusan bisnis yang dibuat oleh direktur PT Persero yang merugikan PT Persero BUMN tersebut sering kali dibelenggu dengan ancaman tindak pidana seperti tindak pidana korupsi.
Penutup
Doktrin Fiduciary Duty dan Business Judgement Rule memberikan hikmah bagi direksi agar seyogyanya, direksi diharuskan memiliki semua ilmu, dasar, dan prinsip kehati-hatian yang tinggi dalam setiap pembuatan keputusan yang dibuatnya dikarenakan apa yang akan diputuskan akan berdampak pada perusahaannya sendiri. Apabila direksi dalam membuat keputusan bisnisnya telah menjalankan Doktrin Fiduciary Duty dan Business Judgement Rule tersebut, maka tidak perlu ada rasa takut bagi direksi dalam mengaplikasikan keputusan nya tersebut.
Artikel ini ditulis oleh: Muhammad Farhan, S.H.
Penulis adalah, Praktisi Hukum yang berdomisili di Jakarta
Korespondensi dapat dilakukan melalui email: voxlawyers@gmail.com
Hubungi Kami
Phone: +6282123387227
Fax: +6282123387227
Email: voxlawyers@gmail.com