Aspek Hukum Mengajukan Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase

Bagi pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase, undang - undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan kesempatan untuk membatalkannya

Lintar Bagas Efrianto, S.H.

10/12/20243 min baca

Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan rekan yang perusahaannya baru saja melakukan penyelesaian sengketa pada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang pada intinya tidak puas atas Putusan Arbitrase yang diterimanya, oleh karena itu beliau pun berniat untuk melakukan Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase dengan meminta saran terlebih dahulu, lebih jauh dari itu pada kesempatan ini tentunya saya akan menjelaskan secara konkret dan menyeluruh bagaimana Cara Melakukan Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase yang bersifat Final and Binding (Mengikat)

Pembatalan Putusan Arbitrase dan Aturannya

Pembatalan Putusan Arbitrase dapat diketahui secara seksama terlebih dahulu bahwasannya Putusan Arbitrase bersifat Final and Binding (Mengikat), sehingga tidak mungkin ada peluang bagi para pihak untuk mengajukan upaya hukum banding, kasasi, dan peninjauan kembali mengenai isi putusan Arbitrase yang telah di putus.

Namun disamping itu Undang-undang memberikan kesempatan bagi salah satu pihak yang merasa dirugikan untuk dapat melakukan upaya hukum diluar dari Lembaga Arbitrase, hal tersebut dapat dilakukan oleh salah satu pihak yang tidak puas dengan mengajukan Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase kepada Pengadilan Negeri.

Didalam proses Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase tidak memeriksa substansi perkara layaknya seperti perkara perdata, namun upaya Pembatalan Putusan Arbitrase dilakukan oleh para pihak yang hanya meliputi pemeriksaan prosedur yang dilakukan dalam pencapaian putusan Arbitrase saja.

Adapun Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase secara gamblang telah tercantum dalam ketentuan Pasal 70 hingga Pasal 72 UU Arbitrase, yang mana terhadap putusan arbitrase para pihak apabila diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1) Surat atau Dokumen Yang Diajukan Dalam Pemeriksaan, Setelah Putusan Dijatuhkan, Diakui Palsu atau Dinyatakan Palsu;

2) Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau

3) Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

Maka dari ketiga unsur-unsur tersebut diatas tentunya harus dibuktikan oleh pihak yang merasa tidak puas atas Putusan Arbitrase dan dapat melakukan Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase.

Pembuktian Unsur-unsur Permohonan Pembatalan Arbitrase

Adapun contoh untuk membuktikan unsur-unsur Permohonan Pembatalan Arbitrase sebagaimana yang tercantum diatas sebagai berikut:

1. Surat atau Dokumen Yang Diajukan Dalam Pemeriksaan, Setelah Putusan Dijatuhkan, Diakui Palsu atau Dinyatakan Palsu.

Penjelasan:

Dapat di beri gambaran agar mudah di tarik pemahaman mengenai pembuktian unsur pada poin pertama ini sebagai berikut:

1) Bilamana pihak yang memenangkan putusan Arbitrase ditemukan telah membuktikan surat menyurat yang sebagaimana mestinya dapat dibuktikan sebagai Surat Palsu oleh pihak yang merasa di rugikan atas Putusan Arbitrase, maka selanjutnya Pemohon Pembatalan harus membuktikan Surat Palsu tersebut dengan dilengkapi bukti-bukti yang konkret agar Surat yang di duga Palsu tersebut diperiksa oleh majelis hakim yang memeriksa perkara a quo dengan dasar Surat Palsu tersebut memang tidak pernah ada dan di buat oleh para pihak ketika perjanjian dilakukan. Berdasarkan ketentuan Pasal 70 (a) UU Arbitrase sudah cukup alasan bagi Majelis Hakim yang memeriksa Perkara a quo untuk membatalkan putusan Arbitrase yang telah diputus;

2. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan.

Penjelasan:

Dapat di beri gambaran agar mudah di tarik pemahaman mengenai pembuktian unsur pada poin kedua ini sebagai berikut:

1) Lebih jauh dari itu Pemohon Pembatalan juga dapat membuktikan bahwasannya ada Dokumen menentukan yang di temukan setelah perkara Arbitrase diputus, Pemohon Pembatalan menemukan dokumen yang bersifat menentukan seperti bukti suatu pembayaran pihak yang disembunyikan, yang mana apabila dokumen tersebut di hadirkan dalam pemeriksaan di BANI tentunya akan merubah arah putusan maka dari itu Pemohon Pembatalan harus jeli melihat dan mencari Dokumen yang dimaksud untuk di buktikan secara konkret.

3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

Penjelasan:

Dapat di beri gambaran agar mudah di tarik pemahaman mengenai pembuktian unsur pada poin ketiga ini sebagai berikut:

1) Pemohon Pembatalan juga harus dapat melihat secara jeli apakah ada unsur Tipu Muslihat yang terdapat dalam putusan Arbitrase, sehingga dalam Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase ini dapat di buktikan secara konkret seperti adanya Tipu Muslihat dalam Penunjukan Arbiter dari para pihak atau hal-hal lainnya yang dapat di tarik sebagai unsur Tipu Muslihat.

Dengan demikian jika unsur-unsur di atas dapat di buktikan dengan cara tersebut dalam persidangan, maka Putusan Arbitrase yang sebelumnya merasa dirugikan bagi Pemohon Pembatalan dapat di batalkan oleh Yang Mulia Majelis Hakim yang memerika Perkara a quo pada Pengadilan Negeri yang menjadi domisili para pihak.

Penutup

Bahwa dapat di cerna secara seksama mengenai Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase tersebut di atas, bagi salah satu pihak yang merasa tidak puas atas Putusan Arbitrase dapat melakukan Upaya Hukum diluar Lembaga Arbitrase kepada Pengadilan Negeri dengan membuktikan Unsur-unsur yang tercantum dalam Pasal 70 sampai dengan Pasal 72 UU Arbitrase.

Lebih jauh dari itu, bagi salah satu pihak yang merasa tidak puas atas Putusan Arbitrase disarankan meminta saran kepada Praktisi Hukum yang berkompeten dan berpengalaman dalam menangani perkara Arbitrase sehingga dapat memberi kemudahan dan kelancaran bagi Perusahaan salah satu pihak yang merasa dirugikan atas Putusan Arbitrase tersebut.

Artikel ini ditulis oleh: Lintar Bagas Putra Efrianto, S.H.
Penulis adalah, Praktisi Hukum yang berdomisili di Jakarta
Korespondensi dapat dilakukan melalui email: voxlawyers@gmail.com